Pendidikan Ulama Tarjih
Muhammadiyah (PUTM) adalah salah satu sekolah kader milik Muhammadiyah
setingkat perguruan tinggi yang bercita-cita mencetak calon-calon ulama muda
yang berjuang demi tegaknya agama Islam. Sesuai dengan tujuannya itu, setting
pendidikan yang ditawarkan oleh PUTM sudah semestinya menerapkan model-model
kepesantrenan, satu model pendidikan yang memang khusus diciptakan untuk mencapai
tujuang yang telah disebUtkan di atas.
Lebih dari itu, agar
tujuan tersebut dapat tercapai dibutuhkan seorang pengarah dan penunjuk yang
kompeten dan kapabel dengan tujuan tersebut. Dalam pandangan penulis –yang juga
merupakan salah satu thalabah (sebutan untuk seorang murid) di PUTM-
sosok-sosok kepemimpinan dalam tubuh PUTM itu sendiri sepanjang sejarahnya
telah memenuhi syarat tersebut.
Dalam tulisan singkat
ini, penulis akan mencoba memaparkan model kepemimpinan dalam tubuh PUTM
tersebut pada dua masa kepemimpinan terakhir.
Penulis menjadi thalabah
PUTM pada masa kepemimpinan Ust. Prof. Drs. Sa’ad Abdul Wahid, seorang kiai
kharismatik yang berasal dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sedangkan
kepemimpinan sebelumnya dipegang oleh Ust. Drs. Suprapto Ibnu Juraimi, juga
seorang kiai yang sangat disegani bahkan dikalangan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
Pada masa kepemimpinan
Ust. Ibnu –sebutan untuk ust. Suprapto Ibnu Juarimi- menurut cerita yang
penulis dapatkan dari kakak kelas dan alumni, kepemimpinan belia termasuk model
kepemimpinan Otokratik-Kharismatik. Segala urusan yang berkaitan dengan PUTM
berada dibawah kendali dan kehendak dari beliau. Mulai dari kurikulum, jadwal
kuliah sampai peraturan-peraturan harian pun beliau yang menentukan. Bahkan
terkesan, beliaulah Sang Pemilik PUTM yang mengidentikkan tujuan PUTM kedalam
tujuan pribadi.
Sekilas sifat-sifat
tersebut adalah sifat yang buruk dan akan membawa kemunduran bagi lembaga yang
bersangkutan. Namun tidak demikian, sebaliknya, menurut penulis, dibawah
kepemimpinannya, PUTM memasuki masa-masa emas. Lulusan-lulusannya telah
terbukti dan teruji sukses sesuai dengan tujuan PUTM di atas. Banyak dari
mereka yang setelah kembali dari masa pendidikannya itu kemudian mendirikan
pondok pesantren di daerahnya masing-masing dan mereka menjadi ujung tombak
pimpinan Muhammadiyah di tiap daerah.
Faktor utama penyebabnya
itu sederhana, yaitu bahwa tujuan pribadi dari Ust. Ibnu tersebut bukanlah
tujuan yang jelek, namun tujuan yang mulia yang keluar dari jiwa seorang yang
begitu ikhlas dan gigih sesuai dengan tujuan lembaga. Sifat otokratik dan
kharismatiknya membuat beliau ditakuti sekaligus disegani oleh seluruh
kalangan, terlebih oleh para thalabahnya sehingga pelanggaran dan penyelewengan
sangat minim terjadi, mereka pun menjadi orang-orang yang tangguh, tahan
banting dan kekeh terhadap tujuan lembaga.
Namun memang dalam
setiap model kepemimpinan di manapun itu ada saja lubang yang tercipta.
Beberapa kekurangan dalam kepemimpinan beliau antara lain:
1. Model
kepemimpinan yang semacam itu menciptakan iklim ketergantungan yang sangat
besar terhadap pemimpinnya. Sehingga jika masa kepemimpinannya itu berakhir
maka akan berakhir pula masa keemasannya.
2. Banyak
kalangan mengatakan beliau sangat sulit dikritik sehingga ide-ide baru yang
fresh dan cemerlang tidak dapat terakomodir dengan baik.
3.
Dari sisi
administrasi masih belum tersistem dengan baik.
Terbukti setelah
kepemimpinan beliau berakhir –ditandai dengan wafatnya beliau- PUTM mengalami
goncangan yang tidak kecil. Kehilangan sosok pemimpin yang sedemikian
kharismatik membuat PUTM seakan-akan kehilangan runya.
Namun PUTM ternyata
bukanlah milik pribadi, masih banyak orang-orang dibelakang layar yang tidak
kalah hebatnya –yang dalam masa kepemimpinan Ust. Ibnu agak “tertutupi”- yang
mereka sangat berperan terhadap masa-masa sulit PUTM ini dan berusaha keras
mencari sosok pengganti yang sesuai. Akhirnya terpilihlah Ust. Sa’ad –panggilan
untuk Ust. Sa’ad Abdul Wahid- sebagai Mudir PUTM yang baru menggantikan Ust.
Ibnu. Layar telah terkembang dan kapal akan segera berlayar menuju PUTM yang
baru.
Masa kepemimpinan Ust.
Sa’ad menurut pandangan penulis termasuk model kepemimpinan
Demokratik-Kharismatik. Ke-kiai-an beliau tidak kalah hebat dari ust. Ibnu
karena beliau memang salah satu sesepuh dalam lingkup Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang sangat disegani.
Kepemimpinan beliau
membawa gaya yang lebih terbuka, fleksibel dan terstruktur. Hal tersebut tidak
lain karena pengalaman beliau sebagai seorang akademisi di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan juga di universutas-universitas lain di Yogyakarta semisal UAD
(Uiversitas Ahmad Dahlan) yang beliau menjadi Guru Besar di sana, dan yang
lainnya.
Dibawah kepemimpinan
beliau, ide-ide yang cemerlang dari beberapa kalangan diterima dengan baik dan
dipertimbangkan secara matang untuk tujuan kebaikan PUTM kedepannya. Model
kepemimpinannya yang non-otokratik membuat orang-orang yang bekerja
disekitarnya bebas untuk bermanufer dan mengekspresikan kemampuan mereka untuk
PUTM meski tetap dalam koridor tujuan PUTM yang sejak dahulu tak pernah
berganti.
Dari sisi administrasi
juga mengalami perkembangan pesat. Dimulai dengan pembagian tugas yang merata
dan sesuai bidang masing-masing dalam struktur kepemimpinan PUTM, seperti
penunjukan Kepala Tata Usaha, Urusan Rumah Tangga, Urusan Akademik dan Urusan
Kethalabahan yang dibebankan kepada orang-orang yang berkompeten.
Namun, sebagaimana
kepemimpinan sebelumnya, ternyata keemimpinan beliau pun ada kekurangannya.
Kekurangan tersebut antara lain:
1. Model
kepemimpinan yang seperti itu akan memunculkan banyak kepentingan yang sama
kuatnya sehingga orientasi pendidikan di PUTM sedikit mengalami pergeseran dari
tujuan awalnya. Berbeda dengan model kepemimpinan sebelumnya yang dominan pada
satu sumber kepentingan.
2.
Masuknya
beberapa mata kuliah yang sedikit menjauh dari orientasi PUTM itu sendiri.
3. Beberapa
porsi mata kuliah pokok yang berkurang akibat masuknya mata kuliah baru
tersebut.
Demikianlah pemaparan
singkat mengenai dua masa kepemimpinan dalam sejarah PUTM. Tulisan ini adalah
cerita sejarah semata dan sumbernya pun berasal dari sebatas pengetahuan
penulis saja sehingga penulis memohon maaf apabila ada isi dari tulisan ini
yang tidak sesuai dengan fakta. Sedangkan bagi yang menganggapnya sebagai
sebuah refleksi dan atau sebagainya dipersilahkan dengan segala hormat. Karena
setiap persepsi mengenai tulisan ini dikembalikan kepada masing-masing pembaca.
Wallahu a’lam bisshawab.